Senin, 09 Mei 2011

KEPUTUSSAN PRESSIIDEN REPUBLLIIK IINDONESSIIA

KEPUTUSSAN PRESSIIDEN
REPUBLLIIK IINDONESSIIA
NOMOR :: 62//M TAHUN 1998
PRESSIIDEN REPUBLLIIK IINDONESSIIA,,
Meniimbaang ::
1. bahwa berdasarkan Ketetapan MPR No. IV/MPR/1998 telah diangkat Presiden
Republik Indonesia/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat;
2. bahwa untuk melaksanakan sebaik-baiknya tugas Presiden/Mandataris Majelis
Permusyawaratan Rakyat, perlu membentuk Kabinet Pembangunan VII;
3. bahwa mereka yang namanya tercantum dalam diktum PERTAMA Keputusan
Presiden ini dianggap memenuhi syarat-syarat untuk diangkat sebagai Menteri
Negara;
Mengiingaatt ::
1. Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 17 Undang Undang Dasar 1945
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat No. IV/MPR/1998;
MEMUTUSSKAN
Menettaapkaan ::
PERTAMA :
Membentuk Kabinet Pembangunan VII dan terhitung mulai saat pelantikannya
mengangkat sebagai Menteri Negara pada Kabinet Pembangunan VII dengan
bidang tugas seperti tersebut di belakang nama masing-masing mereka yang
tersebut di bawah ini :
1. Sdr. R. Hartono, sebagai Menteri Dalam Negeri;
2. Sdr. Ali Alatas, SH, sebagai Menteri Luar Negeri;
3. Sdr. Jenderal TNI Wiranto, sebagai Menteri Pertahanan Keamanan/Panglima
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia;
4. Sdr. Prof. Dr. H. Muladi, SH, sebagai Menteri Kehakiman;
5. Sdr. Prof. Dr. Muhammad Alwi Dahlan, sebagai Menteri Penerangan;
6. Sdr. Dr. Fuad Bawazier, MA, sebagai Menteri Keuangan;
7. Sdr. Mohammad Hasan, sebagai Menteri Perindustrian dan Perdagangan;
8. Sdr. Ny. Prof. Dr. Ir. Hj. Justika Sjarifudin Baharsjah, MSc, sebagai Menteri
Pertanian;
9. Sdr. Dr. Ir. Kuntoro Mangkusubroto, sebagai Menteri Pertambangan dan
Energi;
10. Sdr. Ir. Sumahadi, MBA, sebagai Menteri Kehutanan dan Perkebunan;
11. Sdr. Ir. Rachmadi Bambang Sumadhijo, sebagai Menteri Pekerjaan Umum;
12. Sdr. Ir Giri Suseno Hadihardjono, MSME, sebagai Menteri Perhubungan;
13. Sdr. Drs. Abdul Latief, sebagai Menteri Pariwisata, Seni dan Budaya;
14. Sdr. Subiakto Tjakrawerdaya, SE, sebagai Menteri Koperasi dan Pengusaha
Kecil;
15. Sdr. Drs. Theo L. Sambuaga, sebagai Menteri Tenaga Kerja;
16. Sdr. Drs. H. Abdullah Makhmud Hendropriyono, SH, SE, MBA, seabagai
Menteri Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan;
17. Sdr. Prof Dr. Ir Wiranto Arimunandar, MSc, sebagai Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan;
22
18. Sdr. Prof. Dr. dr. H. Farid Antara Moeloek, sebagai Menteri Kesehatan;
19. Sdr. Prof. Dr. Muhammad Quraish Shihab, MA, sebagai Menteri Agama;
20. Sdr. Ny. Hj. Siti Hardiyanti Rukmana, sebagai Menteri Sosial;
21. Sdr. Drs. Saadillah Mursjid, MPA, sebagai Menteri Negara Sekretaris
Negara;
22. Sdr. Prof. Dr. Ir. Rahadi Ramelan, MSc, sebagai Menteri Negara Riset dan
Teknologi/Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi;
23. Sdr. Ir. Sanyoto Sastrowardoyo, MSc.E.E., sebagai Menteri Negara
Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal;
24. Sdr. Ary Mardjono, sebagai Menteri Negara Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nasional;
25. Sdr. Ir. Akbar Tanjung, sebagai Menteri Negara Perumahan Rakyat dan
Pemukiman;
26. Sdr. Prof. Dr. Juowono Sudarsono, MA, sebagai Menteri Negara Lingkungan
Hidup/Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan;
27. Sdr. Dr. Haryanto Dhanutirto, sebagai Menteri Negara Pangan, Hortikultura
dan Obat-obatan;
28. Sdr. Tanri Abeng, MBA, sebagai Menteri Negara Pendayagunaan Badan
Usaha Milik Negara;
29. Sdr. Ny. Hj. Tutty Alawiyah, AS, sebagai Menteri Negara Peranan Wanita;
30. Sdr. H.R. Agung Laksono, sebagai Menteri Negara Pemuda dan Olah Raga;
31. Sdr. Feisal Tanjung, sebagai Menteri Negara Koordinator Bidang Politik dan
Keamanan;
32. Sdr. Prof. Dr. Ir. Ginanjar Kartasasmita, sebagai Menteri Negara Koordinator
Bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri/Kepala Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional;
33. Sdr. Ir. Hartarto Satrosunarto, sebagai Menteri Negara Koordinator Bidang
Pengawasan Pembangunan dan Pendayagunaan Aparatur Negara;
34. Sdr. Prof. Dr. Haryono Suyono, sebagai Menteri Negara Koordinator Bidang
Kesejahteraan Rakyat dan Pengentasan Kemiskinan/Kepala Badan
Koordinasi Keluarga Berencana Nasional;
KEDUA ::
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan ketentuan apabila
kemudian hari terdapat kekeliruan akan diadakan pembetulan seperlunya.
Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal, 14 Maret 1998
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
SSOEHARTO

Arifin Chairin Noer (1941-1995)

               Sutradara Film G-30-S/PKI

 
 
  ► e-ti/jibis.pnri.go.id  
  BIODATA

Nama:
Arifin Chairin Noer
Lahir:
Cirebon, 10 Maret 1941
Meninggal:
Jakarta, 28 Mei 1995
Agama:
Islam

Profesi:
Sutradara

Isteri:
- Nurul Aini (Cerai 1979)
- Jajang C. Noer
Anak:
- Vita Ariavita dan Veda Amritha (Dari Nurul)
- Nitta Nazyra dan Marah Laut (Dari Jajang)

Pendidikan:
- SD Taman Siswa, Cirebon
- SMP Muhammadiyah, Cirebon
- SMA Negeri Cirebon (tidak selesai)
- SMA Jurnalistik, Solo
- Fakultas Sosial Politik Universitas Cokroaminoto, Yogyakarta (1967)
- International Writing Program, Universitas Iowa, AS (1972)

Karir:
- Manajer Personalia Yayasan Dana Bantuan Haji Indonesia
- Wartawan Harian Pelopor Baru
- Sutradara Teater Muslim (1962)
- Anggota Studi Grup Drama Yogyakarta (1962)
- Pendiri dan pemimpin Teater Kecil (1968-1995)
- Kepala Humas Dewan Kesenian Jakarta (1969-1972)
- Penulis skenario film (1971-1995)
- Sutradara film (1977-1995).

Karya:
= Rio Anakku (1973)
= Melawan Badai (1974)
= Suci Sang Primadona (1977)
= Petualang-Petualang (1978)
= Harmonikaku (1979)
= Yuyun Pasien Rumah Sakit Jiwa (1979)
= Serangan Fajar (1981)
= Djakarta 1966 (1982)
= Pengkhianatan G-30-S PKI (1982)
= Pengkhianatan G-30-S/PKI
(1984)
= Matahari-Matahari (1985)
= Biarkan Bulan Itu (1986)
= Cas Cis Cus (1989)
= Taksi (1990)
= Bibir Mer (1991)
= Tasi Oh Tasi (1992)

Penghargaan:
= Pemenang pertama sayembara penulisan lakon Teater Muslim “Mega Mega”
= Pemenang kedua sayembara naskah drama (1967)
= Pemenang pertama sayembara penulisan lakon DKJ naskah drama “Kapai Kapai” (1972)
= Piala The Golden Harvest dalam FFA 1972 untuk dialog terbaik dalam film “Pemberang”
= Pemenang skenario terbaik FFI 1973 dalam film “Rio Anakku”
= Pemenang skenario terbaik FFI 1974 dalam film “Melawan Badai”
= Sutradara terbaik versi FFI diperolehnya melalui film “Serangan Fajar” dan “Taksi”
= Anugrah Seni dari pemerintah RI (1971)
= Sea Write Award dari Kerajaan Thailand (1990) untuk bidang sastra

Alamat Rumah Keluarga:
Jalan H. Saidi Guru 1 B, Blok A, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan
 
 
     
 






 Arifin Chairin Noer yang lebih dikenal dengan nama singkatan Arifin C. Noer, adalah sutradara teater dan film Indonesia terkemuka dan termahal pada masanya. Sutradara kelahiran Cirebon, 10 Maret 1941, ini beberapa kali memenangkan Piala Citra untuk penghargaan film terbaik dan penulis skenario terbaik. Meninggal di Jakarta, 28 Mei 1995

Arifin amat terkenal lewat film kontroversial yang disutradarainya: Pengkhianatan G 30 S/PKI (1984). Film ini diwajibkan oleh pemerintah Orde Baru untuk diputar di semua stasiun televisi setiap tahun pada tanggal 30 September untuk memperingati insiden Gerakan 30 September 1965.

Arifin C. Noer, Anak kedua Mohammad Adnan, ini telah memulai kiprahnya dalam dunia seni sejak kecil. Sejak masih duduk di bangku SMP, ia telah berminat pada seni. Arifin menamatkan SD di Taman Siswa, Cirebon, SMP Muhammadiyah, Cirebon. Kemudian melanjut ke SMA Negeri Cirebon namun tidak selesai. Lalu masuk SMA Jurnalistik, Solo. Setelah itu ia kuliah di Fakultas Sosial Politik Universitas Cokroaminoto, Yogyakarta (1967) dan International Writing Program, Universitas Iowa, AS (1972).

Ketika masih duduk di SMP dan SMA, ia telah mengarang cerpen dan puisi, lalu mengirimkannya ke majalah mingguan yang terbit di Cirebon dan Bandung. Sajak pertamanya, Langgar Purwodiningratan, mengenai masjid tempat ia bertafakur. Semasa sekolah ia bergabung dengan Lingkaran Drama Rendra, dan menjadi anggota Himpunan Sastrawan Surakarta. Di sini ia menemukan latar belakang teaternya yang kuat. Dalam kelompok drama bentukan Rendra ini, ia menulis dan menyutradari lakon-lakonnya sendiri seperti Kapai Kapai, Tengul, Madekur dan Tarkeni, Umang-Umang dan Sandek Pemuda Pekerja.

Naskah karyanya Lampu Neon, atau Nenek Tercinta, telah memenangkan sayembara Teater Muslim, 1967. Kemudian saat kuliah di Universitas Cokroaminato Solo, ia bergabung dengan Teater Muslim pimpinan Mohammad Diponegoro tersebut. Lalu ia hijrah ke Jakarta.

Di tengah minat dan impiannya sebagai seniman, ia sempat meniti karir sebagai Manajer Personalia Yayasan Dana Bantuan Haji Indonesia dan Wartawan Harian Pelopor Baru.
Lalu tahun 1968, ia mendirikan Teater Ketjil dan berhasil mementaskan cerita, dongeng, yang seperti bernyanyi. Tentang orang-orang yang terempas, pencopet, pelacur, orang-orang kolong, dan sebagainya. Mencuatkan protes sosial yang transendental, tetapi kocak, dan religius.

Naskah-naskahnya menarik minat para teaterawan dari generasi yang lebih muda, sehingga karyanya banyak dipentaskan di mana-mana. Karya-karyanya telah memberi sumbangan yang besar bagi perkembangan seni peran di Indonesia.

Karya-karya tulisnya berupa naskah lakon yang kemudian disutradarainya dan dipentaskan oleh Teater Ketjil yang dipimpinnya, menunjukkan eksistensinya sebagai salah seorang pencetus bentuk teater modern Indonesia.

Teaternya akrab dengan publik. Ia memasukkan unsur-unsur lenong, stambul, boneka (marionet), wayang kulit maupun golek, dan melodi pesisir. 'Menurut Penyair Taufiq Ismail, Arifin adalah pembela kaum miskin.

Lakon-lakonnya antara lain: Kapai-Kapai (1970), Tengul (1973), Madekur dan Tarkeni (1974), Umang-Umang (1976), dan Sandek Pemuda Pekerja (1979). Lakon Kapai-Kapai dimainkan orang dalam bahasa Inggris dan Belanda di AS, Belgia, dan Australia. Pada 1984, ia menulis lakon Dalam Bayangan Tuhan atawa Interogasi.

Kemudian ia berkiprah dalam dunia layar perak sebagai sutradara. Lewat film Pemberang, ia dinyatakan sebagai penulis skenario terbaik di Festival Film Asia 1972, dan mendapat piala The Golden Harvest. Arifin kembali tampil sebagai penulis skenario terbaik untuk Rio Anakku, dan Melawan Badai dalam Festival Film Indonesia 1978. Ia meraih Piala Citra.

Mengaku otodidak di bidang sinematografi, ia mulai menyentuh kamera ketika Wim Umboh membuat film Kugapai Cintamu, 1976. 'Arifin merasakan bahwa pengalaman banyak menyutradarai teater, ternyata, merupakan dasar yang sangat perlu untuk film.

Pada masanya, Arifin adalah penulis skenario dan sutradara terkemuka dan termahal. Namun kala itu ia masih menghuni rumah kontrakan di Jalan Rawa Raya, Pisangan, Jakarta Timur, tapi sudah memiliki Mitsubishi Lancer berwarna putih. Sehingga ia berujar kasihan terhadap diri saya sendiri, sebab orang sering menudingnya orang kaya.

Film perdananya Suci Sang Primadona (1977), melahirkan pendatang baru: Joice Erna, yang memenangkan Piala Citra sebagai Aktris Terbaik FFI 1978. Film ini, menurut Volker Schloendorf -- sutradara Die Blechtrommel, pemenang Palme d'oro Festival Cannes 1979 -- dari Jerman, ''Menampilkan sosok wajah rakyat Indonesia tanpa bedak. Arifin cermat mengamati tempatnya berpijak.''

Menyusul film-filmnya: Petualang-Petualang, Harmonikaku, dan Yuyun, Pasien Rumah Sakit Jiwa, juga Matahari-Matahari. Belakangan, Serangan Fajar dinilai FFI 1982 sebagai Film Terbaik. Sedang Pengkhianatan G-30-S/PKI, filmnya terlaris yang dijuluki superinfra box-office. Lewat film ini lagi-lagi Arifin meraih Piala Citra sebagai Penulis Skenario Terbaik, 1985. Kemudian Arifin menggarap film Djakarta (1989). Setahun kemudian, filmnya Taksi pada FFI 1990, terpilih sebagai film terbaik, meraih enam piala citra.

Ia menikah dengan Nurul Aini, istrinya pertama, dikaruniai dua anak, Vita Ariavita dan Veda Amritha. Pasangan ini bercerai pada 1979. Kemudian Arifin menikah lagi dengan Jajang Pamontjak, putri tunggal dubes RI pertama di Prancis dan Filipina, yang memberinya pula dua anak, Nitta Nazyra dan Marah Laut.

Lalu, ia menderita sakit kanker hati dan lever. Sempat menjalani operasi kanker di Singapura, sebelum kemudian sejak 23 Mei 1995 dirawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta. Namun nyawanya tidak tertolong. Ia meninggal dunia pada Minggu, 28 Mei 1995, pukul 06.25. ►tsl




 

Habibie, Bacharuddin Jusuf

Sosok Manusia Multidimensional
 

HABIBIE
 

Mantan Presiden RI Ketiga, Si Jenius ilmuwan konstruksi pesawat terbang, ini selalu menjadi berita hangat . Pada masa emas kejayaan dengan segudang jabatan diemban, dialah manusia paling multidimensional di Indonesia. Ia manusia cerdas ajaib yang sempat menghadirkan selaksa harapan kemajuan teknologi demi kejayaan negeri ini.

Agak aneh, memang, anak bangsa yang satu ini. Dia hanya setahun kuliah di ITB Bandung, 10 tahun kuliah hingga meraih gelar doktor konstruksi pesawat terbang di Jerman dengan predikat Summa Cum laude. Lalu bekerja di industri pesawat terbang terkemuka MBB Gmbh Jerman, sebelum memenuhi panggilan Presiden Soeharto untuk kembali ke Indonesia.

Di Indonesia dia 20 tahun menjabat Menteri Negara Ristek/Kepala BPPT, memimpin 10 perusahaan BUMN Industri Strategis, dipilih MPR menjadi Wakil Presiden RI, dan disumpah oleh Ketua Mahkamah Agung menjadi Presiden RI menggantikan Presiden RI ke-2 Soeharto

Itulah sosok dan kilas balik singkat perjalanan hidup B.J. Habibie, lelaki kelahiran Pare-Pare, 25 Juni 1936 ini. Dia penuh kontroversi dan merupakan sosok manusia paling multidimensional di Indonesia. Begitu banyak kawan-kawannya dan nyaris segitu banyak pula orang yang tak setuju dengan sepakterjang tokoh industri pesawat terbang kelas dunia yang memperoleh berbagai penghargaan, salah satunya paling berkelas adalah Theodhore van Karman Award, yang dianugerahkan oleh International Council for Aeronautical Sciences) pada pertemuan tahunan dan konggres ke-18 ICAs yang diselenggarakan di Beijing, China tahun 1992 dari Pemerintah China.

Ketika dia mendirikan ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia) dan didaulat menjadi Ketua Umum, misalnya, sebagai antitesa berdiri pula Forum Demokrasi (Fordem) pimpinan Abdurrahman Wahid alias Gus Dur yang populis dan egaliter serta inklusif. ICMI, yang dalam perjalanan selanjutnya praktis menjadi kekuatan politik Habibie, oleh Gus Dur dituding sebagai sektarian karena itu kurang bagus untuk masa depan sebuah bangsa yang majemuk seperti Indonesia.

Ketika pada 10 Agustus 1995 dia berhasil menerbangkan pesawat terbang N-250 “Gatotkoco” kelas commuter asli buatan dan desain putra-putra terbaik bangsa yang bergabung dalam PT Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN, kini menjadi PT Dirgantara Indonesia), dia diserang pelaku ekonomi lain bahwa yang dibutuhkan rakyat Indonesia adalah beras bukan “mainan” pesawat terbang.

Pemikiran ekonomi makro Habibie yang terkenal dengan Habibienomics, dihadirkan oleh lingkarannya sebagai counter pemikiran lain seperti Widjojonomics (yang sesungguhnya merupakan Soehartonomic). Ketika Habibie berhasil melakukan imbal-beli pesawat terbang “Tetuko” CN-235 dengan beras ketan itam Thailand, dia diledekin, pesawat terbangnya hanya sekelas ketan itam.

Dan kontroversi paling hangat adalah ketika dia menawarkan opsi otonomi luas atau bebas menentukan nasib sendiri kepada rakyat Timor Timur, satu propinsi termuda Indonesia yang direbut dan dipertahankan dengan susah payah oleh rezim Soeharto. Siapapun dia orangnya tentu ingin bebas merdeka termasuk rakyat Timor Timur, sehingga ketika jajak pendapat dilakukan pilihan terhadap bebas menentukan nasib sendiri (merdeka) unggul mutlak.

Dan kontroversi paling hangat adalah ketika dia menawarkan opsi otonomi luas atau bebas menentukan nasib sendiri kepada rakyat Timor-Timur (Tim-Tim), asatu propinsi termuda Indonesia yang direbut dan dipertahankan dengan susah-payah oleh Rezim Soeharto. Siapaun dia orangnya tentu ingin bebas merdeka termasuk rakyat Tim-Tim. Sehingga ketika jajak pendapat dilakukan pilihan terhadap bebas menentukan nasib sendiri (merdeka) unggulk merdeka.

Masalah Tim-Tim, salah-satu yang dianggap menjadi penyebab penolakan pidato pertanggungjawaban Habibie dalam Sidang Umum MPR RI hasil Pemilu 1999. Pemilu terbaik paling demokratis setelah Pemilu tahun 1955. penolakan ini membuat BJ, Habibie tidak bersedia maju sebagai kandidat calon presiden (Capres).

Kjetika Habibie menjabat presiden hampir tidak ada hari tanpa demontrasi. Demontrasi itu mendesak Habibie merepon tuntutan reformasi dalam berbagai bidang kehidupan berbangsa dan bernegara, seperti kebebasan pers, kebebasan berpolitik, kebebasan rekrutmen politik, kebebasan berserikat dan mendirikan partai politik, mebebasan berusaha, dan berbagai kebebasan lainnya. Namun kendati Habibie merespon tuntutan reformasi itu, tetap saja pemerintahannya dianggap merupakan kelanjutan Orde Baru . Pemerintahannya yang berusia 518 hari hanya dianggap sebagai pemerintahan transisi.

Keinginan Habibi mengakselerasi pembangunan sesungguhnya sudah dimulainya di Industri pesawat Terbang Nusantara (IPTN) dengan menjalankan program evolusi empat tahapan alih tehnologi yang dipercepat “berawal dari akhir dan berakhir diawal.”

Empat tahapan alih tehnologi itu, pertama, memproduksi pesawat terbang berdasarkan lisensi ituh dari industri pesawat terbang lain, hasilnya adalah NC 212 lisensi dari CASA Spanyol. Kedua, memproduksi pesawat terbang secara bersama- sama, hasilnya adalah “Tetuko” CN-235 berkapasitas 30-35 penumpang yang merupakan produksi kerjasama antara aqual antara IPTN dengan Casa Spanyol.

Ketiga, mengintegrasikan seluruh tehnologi dan sistem konstruksi pesawat terbang yang paling mutakhir yang ada di dunia menjadi sesuatu yang sama sekali didesain baru, hasilnya adalah “Gatotkoco” N-250 berkapasitas 50-60 pemumpang yang dikembangkan dengan teknologi fly-by-wire.

Keempat, memproduksi pesawat terbang berdasarkan hasil riset kembali dari awal, yang diproyeksikan bernama N 2130 berkapasitas 130 penumpang dengan biaya pengembangan diperkirakan sekitar 2 milyar dolar AS.

Empat tahapan alih tehnologi yang dipercepat didefinisikan “bermula dari akhir dan berakhir di awal,” memang sukar dipahami pikiran awam. Habibie dianggap hanyut dengan angan-angan teknologinya yang tidak memenuhi kebutuhan dasar tehnologi Indonesia, yang ternyata nenbuat sepeda saja secara utuh belum sampai.

Pemerintah orde baru sangat memanjakan program empat tahapan alih tehnologi Habibie dengan menempatkan berbagai proyeknya sebagai industri strategis yang menyedot banyak dana. Satu diantaranya, yang paling spetakuler, adalah IPTN, yang memerlukan subsidi.

Ketika masa reformasi, IMF mencantumkan dalam LOI (Letter Of Intent), bahwa pemerintah Indonesia tidak boleh lagi memberikan subsidi kepada IPTN, (Perusahaan ini kemudian menjadi IPTD). Otomatis perusahaan yang sudah menyusun program produksi baru, terpaksa merumahkan dan mem-PHK- 6000 karyawannya.

Lalu, dalam kesempatan deklarasi pendirian Masyarakat Ilmuwan dan Tehnologi Indonesia (MITI), Habibie menyebut hancurnya IPTN adalah ulah IMF yang menghambat Pemerintah RI membantu pengembangan pesawat terbang dengan mencantumkan klausal pencabutan subsidi dalam Letter Of Intent (LOI).

Nasionalisme
Istri adalah alasan utama Habibie untuk bolak-balik tinggal di Jerman. Pendamping hidup sekaligus teman suka dan duka yang sudah dikenal anak-anak umur 14 tahun, dr Hasri Ainun Habibie. Putri keempat H. Mohammad Besari itu disebut terbaring menjalani perawatan di sebuah rumahsakit di Jerman. Habibie ingin untuk selalu harus bisa mendampingi istri, dan harapnya istri juga akan sealu bisa mendampinginya. Menurut tim dokter yang menanganinya, Hasri Ainun belum dibenarkan tinggal atau berkunjung kedaerah tropis karena kelembabannya tinggi. Karena itu, tim dokter merekomendasikan untuk tinggal di Jerman sampai sehat secara tuntas.

Kendati demikian, kepulangan ke tanah air Habibie agaknya hanya karena dia ingin dikenang sebagai manusia yang baik. “Mungkin saat ini tak disadari. Tapi bisa jadi, berguna satu saat kelak, bila saya sudah tiada nanti," tutur lelaki itu, lirih,’ demikian tulis Liputan6.com. Adalah stasiun TV SCTV ini, dikenal sangat dekat dengan Habibie, yang pada 2 Juli 2002 menyiarkan langsung dari Jerman kesaksian Habibie dalam kasus pelanggaran HAM berat Timtim untuk kebutuhan persidangan di Pengadilan Ad Hoc HAM Jakarta Pusat.

Habibie menyebutkan presiden itu bukan segala-galanya. Walau jenius dengan memperoleh royalti atas delapan hak paten hasil temuannya sebagai ilmuwan konstruksi pesawat terbang seperti dari Airbus dan F-16, dia mengaku masih banyak yang jauh lebih baik dari dirinya. Lama bermukim di lingkungan yang sangat menghargai ketokohan dan personality setiap orang, Habibie mendefinisikan jika ingin dihargai maka yang diperhatikan orang lain adalah sikap yang tak berubah terhadap lingkungan.

Menurutnya status, jabatan, dan prestasi bukan alasan untuk berubah terhadap lingkungan. Itulah sebabnya, ketika sudah menjadi RI-1 sikap Habibie terhadap lingkungan tetap tidak berubah. Malah semakin menampakkan watak aslinya, misalnya tidak mau diam dan bergerak sesuka hati padahal sudah ada aturan protokoler yang harus dipatuhi


Pilih Pemimpin yang Berkarya Nyata


Jakarta, Kompas 30 Mei 2008- Pilihlah pemimpin yang benar-benar mampu, jangan yang hanya banyak omong, populer, banyak muncul di koran dan televisi, tetapi pilihlah yang benar-benar mempunyai karya nyata.

Mantan Presiden BJ Habibie menyampaikan hal itu dalam pidatonya di Ruang Paripurna Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dalam rangka memperingati Sepuluh Tahun Reformasi dan Seratus Tahun Kebangkitan Nasional, Kamis (29/5). Pernyataan Habibie itu langsung disambut dengan riuh tepuk tangan.

Ketua DPD Ginandjar Kartasasmita yang memimpin acara tersebut menyebut Habibie sebagai bapak reformasi. Habibie juga adalah pemimpin serba bisa, menguasai teknologi, ekonomi, dan juga politik.

Dalam pidato yang berdurasi sekitar dua jam itu, Habibie menunjukkan secara rinci berbagai persoalan dan tantangan yang dihadapi Indonesia. Meski demikian, dia juga menawarkan sejumlah solusi konkret, bukan solusi normatif.
”Angka kemiskinan masih tinggi, angka pengangguran masih tinggi, investasi juga masih tersendat, dan perkembangan sektor riil stagnan,” paparnya.

Menurut Habibie, proses demokratisasi sudah terjadi, tetapi belum terkonsolidasi baik sehingga masih terjadi berbagai penyimpangan. Orientasi elite lebih kepada kepentingan politik dan jangka pendek daripada orientasi pembangunan bangsa dan jangka jauh ke depan.

Kelembagaan politik pun masih belum melaksanakan fungsi sebagaimana mestinya, baik di birokrasi, parpol, maupun lembaga perwakilan rakyat. Hal ini terjadi karena disorientasi elite tersebut. ”Fenomena politik uang masih menggejala,” ujar Habibie.

Ia mengingatkan, makna kelahiran Boedi Oetomo 20 Mei 1908 sesungguhnya adalah kesadaran cendekiawan tentang pentingnya sumber daya manusia dalam menentukan masa depan bangsa.

Kesadaran ini pula yang melahirkan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Kebangkitan Teknologi Nasional 10 Agustus 1995, dan Reformasi 21 Mei 1998.

Kekurangan reformasi
Reformasi memberi kesadaran perlunya kebebasan untuk melengkapi kemerdekaan, yaitu kehidupan yang demokratis, menghormati hak asasi manusia, serta kehidupan bangsa yang mandiri, bermartabat, dan berdaya saing.

Namun, reformasi juga masih banyak menyisakan kekurangan, antara lain tiadanya kesinambungan pembangunan bangsa karena Garis-garis Besar Haluan Negara sudah tidak ada lagi.

”Kepentingan rakyat dan umum juga terabaikan, sementara kepentingan pribadi, kelompok, dan partai lebih diutamakan,” katanya.

Hal lain yang memprihatinkan dirinya adalah proses pengembangan, pemanfaatan, dan pengendalian ilmu pengetahuan dan teknologi ditinggalkan, bahkan sebagian dihentikan.

Untuk mengatasi kondisi saat ini, Habibie menyerukan untuk kembali ke dasar (back to basic). Dia mencontohkan seperti saat kita sedang menghadapi persoalan rumit ketika menggunakan komputer. ”Cara termudah restart saja,” ucapnya, langsung disambut dengan tepuk tangan.

Habibie mengusulkan agar pos pelayanan terpadu dihidupkan kembali. Namun pos itu tidak terfokus pada pelayanan kesehatan, tetapi menjadi pelayanan informasi, pembinaan keluarga, pendidikan, dan pendidikan lapangan kerja.

Dia juga mengusulkan pembangunan jalur kereta api cepat dua jalur 350 kilometer per jam antara Jakarta, Semarang, dan Surabaya yang memanfaatkan tenaga listrik terbarukan; pengembangan sistem perairan; membuat mekanisme Bulog yang transparan; pengembangan plasma golongan ekonomi lemah; memasyarakatkan produk dalam negeri; serta meminimalkan pengaruh fluktuasi ekonomi global terhadap dinamika kebijakan ekonomi nasional.

”Masalah yang kita hadapi memang kompleks dan tidak mudah. Jalan di hadapan kita memang masih panjang, terjal, dan berliku. Namun, tekad yang kuat, kebersamaan yang kokoh, dan semangat yang tetap menggelora merupakan modal kita untuk menuntaskan reformasi menuju Indonesia yang maju, mandiri, dan sejahtera,” ucap Habibie. (sut)

Indo Pos Jumat, 30 Mei 2008,
Jangan Pilih Yang Hanya Populer
Habibie Tegaskan Tak Berniat Maju di Pilpres
 
JAKARTA - Mantan presiden ketiga RI, B.J. Habibie, belum "pensiun". Dia masih giat mengikuti perkembangan politik yang pernah digelutinya. Kemarin (29/5), dia mengikuti Refleksi 10 Tahun Reformasi dan 100 Tahun Kebangkitan Nasional di gedung DPR, Senayan, Jakarta.

Dalam kesempatan tersebut, Habibie menegaskan turut prihatin karena masih banyak kekurangan sampai reformasi memasuki usia 10 tahun. Karena itu, dia mengimbau agar rakyat nanti berani memilih pemimpin tidak hanya dari sisi popularitasnya.

"Jangan hanya pilih (calon presiden, Red) yang populer karena sering masuk koran atau televisi," tegasnya.

Menurut dia, tingkat popularitas calon presiden yang tinggi tidak menjamin kualitas kepemimpinannya. "Pilihlah orang yang memiliki karya nyata, bukan yang hanya banyak omong," ujarnya.

Sebab, kata dia, sebagian besar elite bangsa saat ini lebih berorientasi pada kepentingan politik jangka pendek. Mereka mengumbar janji hanya untuk visi kekuasaan.

Padahal, ujar dia, orientasi pembangunan bangsa yang memiliki jangka jauh ke depan lebih dibutuhkan negeri ini. Menurut Habibie, disorientasi elite tersebut semakin kuat menggejala di semua lini. "Baik di birokrasi, partai politik, maupun lembaga perwakilan rakyat," tegas mantan Menristek pada era Soeharto tersebut.

Hal itu, kata dia, membuat masalah yang harus dituntaskan pemimpin ke depan akan sangat berat. "Saya yang sudah tua ini tidak pantas. Anda-Anda yang muda inilah yang harus memperjuangkannya," katanya disambut tepuk tangan para anggota DPD yang hadir.

Dia hanya berpesan, siapa saja yang terpilih menjadi pemimpin bangsa ini harus amanah. "Jangan kurang ajar. Jangan lupa, kekuasaan diberi oleh Tuhan melalui rakyat. Rakyatlah pemilik sah kekuasaan itu," ungkapnya dengan tekanan mendalam.

Habibie juga berharap ke depan ada mekanisme pertanggungjawaban presiden pada akhir jabatan menggunakan acuan semacam GBHN seperti pada masa lalu. "Siapa pun presidennya seharusnya tidak perlu takut," ujarnya.

GBHN itu, kata Habibie, ditujukan untuk mewujudkan kesinambungan arah pembangunan bangsa. Sebab, kata dia, kebijakan pembangunan pada masa lalu banyak yang terputus. Misalnya, pengembangan, pemanfaatan, dan pengendalian ilmu pengetahuan serta teknologi yang dia rintis dulu banyak yang telah ditinggalkan, bahkan dihentikan.

"Ke mana negeri ini akan dibawa? Lihat saja Singapura dan Jepang yang tidak punya sumber daya apa-apa, tapi bisa maju karena teknologi," tegasnya mengkritik.


Luncurkan Buku, Saya Tidak Mundur


Jakarta, Kompas 28/9/2006- Mantan Presiden BJ Habibie mengungkapkan bahwa dia tidak pernah menyatakan mundur dari pencalonan presiden menjelang Pemilihan Umum 1999. "Saya menyatakan tidak bersedia karena saya merasa tidak memenuhi syarat," ujarnya kepada para wartawan di kantornya di Kemang, Jakarta, Rabu (27/9).

Ia mengatakan, keputusan untuk tidak mendaftarkan diri atau mencalonkan kembali menjadi presiden setelah melihat pengalamannya menjadi anggota kabinet selama 20 tahun. Katanya, presiden ditugaskan melaksanakan program yang ditetapkan MPR.

Untuk itu, lanjutnya, presiden membutuhkan anggaran yang harus disetujui oleh DPR. Ia melihat anggota DPR beraneka ragam dan sulit diprediksi karena bisa yang putih dikatakan hitam dan hitam dikatakan putih. "Maka saya tidak mau, bukan karena untuk saya, tapi yang kasihan itu rakyat," ujarnya.

Itulah, antara lain, yang mendorong Habibie pada Rabu pagi, 20 Oktober 1999, di kediamannya di Kuningan, mengumumkan untuk tidak mau dicalonkan menjadi presiden periode 1999-2004. Ia juga menunjukkan alasan yang berkaitan dengan pemungutan suara dalam sidang MPR sehari sebelumnya.

"Saya berpendapat, putra dan putri terbaik di Indonesia pun baru bisa pas-pasan menyelesaikan masalah di Indonesia, apalagi saya bukan yang the best," ujarnya.

Dalam jumpa pers mengenai bukunya yang sangat laris, Detik- detik yang Menentukan, ia juga menyatakan tidak 100 persen yang ia alami dituangkan dalam buku itu, tetapi baru sekitar 70 persen. "Yang lain belum waktunya dikeluarkan supaya tidak disalahartikan dan bisa menghalangi jalannya demokratisasi di Indonesia," ujarnya.

Ia mengatakan, buku tersebut ditulis untuk catatan bagi generasi penerus. "Supaya mereka akan lebih baik daripada Pak Habibie ini," ujarnya.

Tentang pendapat-pendapat yang menyanggah kebenaran beberapa kalimat dalam buku itu, ia mengatakan, "Saya apa adanya, orang boleh berpendapat beda."

Mengenai pendapat yang menyebutkan bahwa sebagian dari yang dituliskan dalam buku itu hanya ilusi, Habibie hanya mengatakan, "Apakah mereka itu hadir dalam peristiwa itu?"
Ia juga menyatakan penyesalannya karena pembangunan pabrik pesawat terbang yang dirintisnya tidak jalan. (OSD/JUP)

***
Selasa, 26 September 2006
Buku Habibie dan Senyum Sintong

''Baca sajalah buku itu. Baca saja.'' Sintong Panjaitan terus berkelit ketika dihujani pertanyaan mengenai peristiwa ''pertemuan panas'' antara BJ Habibie dan Letjen Prabowo Subianto pada Jumat siang, 22 Mei 1998.

Telah lama, publik penasaran atas teka-teki isi pertemuan kedua tokoh itu. Para jurnalis yang hadir pada peluncuran buku Detik-Detik yang Menentukan karya BJ Habibie di Hotel Gran Melia, Jakarta, Kamis malam (21/9), pun sibuk meminta keterangan Sintong perihal adanya pengepungan pasukan Kostrad di sekitar Istana Negara.

''Pak Sintong, apa benar waktu itu suasana tegang sekali?'' tanya wartawan kepada Sintong. Tapi, Sesdalopbang pada masa peralihan dari Soeharto ke Habibie itu hanya menjawab dengan senyuman. ''Sudahlah, baca saja. Di situ jelas kan,'' ujar Sintong seraya beranjak dari tempat duduknya, kendati berbagai pertanyaan terus menghujani.

Di tengah resepsi yang dihadiri sekitar 2.000 orang itu, Sintong yang menjadi ''orang dekat'' selama BJ Habibie menjabat presiden, memang menjadi bintang. Apalagi dalam buku itu dia disebut-sebut sebagai salah satu orang yang menjadi saksi pertemuan sesuai Habibie memecat Prabowo dari jabatan Pangkostrad. Apalagi kabar yang beredar sudah keburu menuduh bahwa Prabowo tidak terima atas keputusan itu. Dan, kebetulan pada bukunya, Habibie dengan jelas-jelas menuliskan isi pertemuan itu.

Dalam buku yang dipersiapkan Habibie selama setahun itu, memang terasa sekali suasana ketegangan yang melingkupi pertemuan Habibie-Prabowo. Bahkan, dalam buku setebal 549 halaman, suasana mencekam itu gamblang sekali dipaparkan oleh Habibie dengan memakan cukup banyak halaman.

Habibie memang mengaku bahwa niat Prabowo untuk melindunginya adalah tulus, jujur, dan tepat. Namun, kebimbangan untuk menemui salah seorang putra begawan ekonomi, Soemitro Djojohadikusumo, saat itu jelas sekali menyergap perasaannya: Apakah perlu saya bertemu? Apa gunanya bertemu? Letjen Prabowo adalah menantu Presiden Soeharto. Pak Harto baru 24 jam meletakkan jabatannya. (hal 95)

Kegamangan Habibie berlanjut hingga menjelang acara pertemuan. Menurut dia, siapa saja yang menghadap presiden tidak diperkenankan membawa senjata: Tentunya itu berlaku pula untuk Panglima Kostrad. Namun, bagaimana halnya dengan menantu Pak Harto? Apakah Prabowo akan juga diperiksa? Apakah pengawal itu berani? (hal 95).

Adanya pernyataan ini memang sedikit menguak spekulasi yang berkembang mengenai peristiwa itu. Bahkan, sempat disebut-sebut saat itu akan terjadi kudeta segala. Nah, posisi Sintong dalam hal ini menjadi penting karena dia adalah salah satu orang yang terlibat dalam pertemuan itu.

Habibie menulis, sebenarnya ia sangat dekat dengan Prabowo (alinea keempat, hal 101). Bahkan, Prabowo mengidolakan dirinya. Ia pun mengaku merasa jengah dengan desakan Prabowo yang ingin eksklusif menemuinya. Sebab, sebelumnya Habibie sudah sepakat dengan Menhankam/Pangab Wiranto bahwa setiap ada anggota ABRI yang ingin menemuinya, harus seizin atau sepengetahuan Pangab. Dan, setelah Prabowo masuk ke ruangannya dan melihatnya tanpa membawa senjata, Habibie pun merasa puas. ''Hal ini berarti pemberian 'eksklusivitas' kepada Prabowo tidak dilaksanakan lagi,'' tulis Habibie di halaman 101.

Dialog antara keduanya pun segera terjadi dan dilakukan dalam bahasa Inggris, hal (101-102): ''Ini penghinaan bagi keluarga saya dan keluarga mertua saya Presiden Soeharto. Anda telah memecat saya sebagai Pangkostrad.'' Habibie menjawab, ''Anda tidak dipecat, tapi jabatan Anda diganti.'' Prabowo balik bertanya, ''Mengapa?''

Habibie kemudian menjelaskan bahwa ia menerima laporan dari Pangab bahwa ada gerakan pasukan Kostrad menuju Jakarta, Kuningan, dan Istana Negara. ''Saya bermaksud mengamankan presiden,'' kata Prabowo.

''Itu adalah tugas Pasukan Pengamanan Presiden yang bertanggung jawab langsung pada Pangab dan bukan tugas Anda,'' jawab Habibie. ''Presiden apa Anda? Anda naif?'' jawab Prabowo dengan nada marah. ''Masa bodoh, saya presiden dan harus membereskan keadaan bangsa dan negara yang sangat memprihatinkan,'' jawab Habibie.

''Atas nama ayah saya, Prof Soemitro Djojohadikusumo dan ayah mertua saya Presiden Soeharto, saya minta Anda memberikan saya tiga bulan untuk tetap menguasai pasukan Kostrad,'' kata Prabowo.

Habibie menjawab dengan nada tegas, ''Tidak! Sampai matahari terbenam Anda sudah harus menyerahkan semua pasukan kepada Pangkostrad yang baru. Saya bersedia mengangkat Anda menjadi duta besar di mana saja!'' ''Yang saya kehendaki adalah pasukan saya!'' jawab Prabowo. ''Ini tidak mungkin, Prabowo,'' tegas Habibie.

Ketika perdebatan masih berlangsung seru, Habibie kemudian menuturkan bawa Sintong masuk sembari menyatakan kepada Prabowo bahwa waktu pertemuan sudah habis. ''Jenderal, Bapak Presiden tidak punya waktu banyak dan harap segera meninggalkan ruangan.''

Menanggapi tulisan Habibie, ''orang dekat'' Prabowo, Fadli Zon, mengatakan pernyataan Habibie di buku Detik-Detik yang Menentukan itu banyak yang tidak akurat. Sebagian memang berisi fakta. Namun, sebagian lagi berisi asumsi dan khayalannya saja.

''Saya kira banyak ngawurnya. Kalau saya lihat sebagian informasi itu tepat, sebagian lainnya asumsi dan khayalan Habibie. Termasuk soal pengepungan di Istana Negara yang dilakukan pasukan Kostrad. Itu sama sekali tidak benar,'' kata Fadli Zon.

Mengapa demikian? Fadli mengatakan kalau Prabowo memang bermaksud melakukan kudeta, maka baginya itu adalah sebuah hal yang mudah. ''Kalau Prabowo mau melakukan kudeta, Habibie segera terguling. Dia tidak ada apa-apanya. Justru Prabowo mendukung reformasi konstitusional. Bahwa, kalau presiden berhenti, maka yang menggantikannya adalah wakil presiden. Jadi isu kudeta adalah fitnah besar,'' tegas Fadli.

Adanya tulisan Habibie itu, lanjut Fadli, maka jelas dipastikan adanya seorang yang melakukan kebohongan. Hal ini bisa dilakukan oleh Habibie sendiri atau Wiranto. ''Yang jelas salah satu dari mereka ada yang melakukan kebohongan. Ini fitnah besar. Buku ini dibuat dengan tidak berpijak pada realitas,'' tandas Fadli. (muhammad subarkah )  ►TI

Nama:
Prof. Dr.Ing. Dr. Sc.h.c. Bacharuddin Jusuf Habibie
Lahir:
Pare-Pare, 25 Juni 1936
Agama:
Islam
Jabatan :
Presiden RI Ketiga (1998-1999)
Pendiri dan Ketua Dewan Pembina The Habibie Center